Musi Rawas, Sumatera Selatan — Harapan masyarakat kecil kembali diuji. Sudah lebih dari satu bulan laporan orang tua korban terkait dugaan kasus pelecehan yang melibatkan seorang oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Musi Rawas, tak kunjung menemukan titik terang. Baik penegakan hukum maupun sanksi dari partai tempat oknum tersebut bernaung, Golkar, masih terasa hening.
“Semua saksi sudah diperiksa, saya pun selalu hadir bila ada panggilan penyidik. Namun, sampai hari ini belum ada kejelasan,” ungkap orang tua korban dengan nada kecewa saat diwawancarai media, Selasa (30/9/2025).
Orang tua korban itu menyuarakan harapannya melalui media, agar Presiden Republik Indonesia, H. Prabowo Subianto, dapat turun tangan dan memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
“Tolong, Pak Presiden. Kami masyarakat kecil hanya ingin keadilan. Anak saya satu-satunya sudah dirusak dan dipermalukan oleh oknum Dewan Musi Rawas. Saya berharap beliau dihukum dan dipecat dari jabatannya,” tegasnya.
Kasus ini mencoreng wajah demokrasi sekaligus mencabik-cabik rasa keadilan publik. Bagaimana tidak, ketika rakyat kecil sudah menaati aturan hukum dengan sabar mengikuti proses, justru pihak berkuasa seolah terlindungi oleh tameng kekuasaan.
“Saya sudah ikuti aturan, taat hukum, tapi sampai sekarang belum ada tindakan tegas. Apakah seperti ini hukum di negara kita, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas?” keluh orang tua korban.
Kekecewaan ini bukan hanya milik keluarga korban, tetapi juga menggema di tengah masyarakat yang menaruh perhatian pada kasus tersebut. Publik mempertanyakan integritas penegakan hukum di Musi Rawas, terutama ketika yang diduga pelaku adalah pejabat publik yang seharusnya memberi teladan.
Desakan kini menguat agar aparat penegak hukum dan partai politik tidak menutup mata. Transparansi dan ketegasan dalam menangani kasus ini diyakini menjadi ujian penting bagi institusi penegak hukum sekaligus partai politik besar seperti Golkar. Jika tidak, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap lembaga perwakilan rakyat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa keadilan bukanlah hak istimewa pejabat, melainkan hak semua warga negara. Masyarakat menanti langkah nyata, bukan sekadar janji, agar kasus ini tidak menjadi contoh buruk bahwa hukum hanya berlaku bagi mereka yang lemah(ST)